Kamis, 12 Januari 2012

ETPROF


ETIKA PROFESI

INI mempunyai Kode Etik yang ditetapkan & disahkan oleh Kongres INI yg diadakan di Surabaya tahun 1972 & kemudian diubah & disusun dalam Kongres ke XIII yg diadakan tahun 1987 di Bandung. Kode Etik bagi Notaris diatur secara hukum oleh PJN.

Kode Etik adalah norma2 / peraturan2 mengenai etika, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Hati nurani merupakan kesadaran yg diucapkan dalam hati nurani seseorang atas pertanyaan apakah sesuatu yg dilakukannya itu sebagai manusia baik / tdk baik, etis / tdk etis.

Tujuan pengawasan terhadap Notaris:
·          agar para Notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan2 yang ditetapkan oleh Undang2 didalam menjalankan jabatannya.
·          untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Inti tugas Notaris ialah mengatur secara tertulis & otentik hubungan2 hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa2 Notaris, yang pada hakekatnya adalah sama dengan tugas Hakim yang memberikan putusan tentang keadilan antara para pihak yang bersengketa.

Kode Kehormatan Hakim :
1.     citraà penilaian thdp kualitas hakim baik secara jasmani / rohani
2.     wibawaà penilaian yg lebih ditekankan pd karakter / kepribadian sang hakim
3.     martabatà penempatan jabatan oleh masyarakat dianggap memiliki suatu nilai tertentu (terhormat) bahkan dianggap sebagai wakil Tuhan

Lambang / simbol dari sifat hakim :
1.     keyakinan terhadap agama yg dipeluk yaitu berupa BINTANG
2.     CAKRA à senjata tentarawisnu(dewa keadilan) yaitu mampu memusnahkan ketidakadilan & kezaliman
3.     CHANDRA à BULAN dianggap sanggup menerangi semua tempat yg gelap / memberi sinar didalam kegelapan yg artinya bijaksana / berwibawa.
4.     SARI / BUNGA dianggap harum semerbak,maknanya dapat mengharumi ruangan. Artinya berbudi luhur, berkelakuan tidak tercela.
5.     TIRTA dilambangkan dgn AIR yg mana sanggup membersihkan segala kotoran di dunia. Mensyaratkan bahwa seorang hakim harus seperti air, sanggup berada dalam segala kondisi.

SIKAP HAKIM

Harus dibedakan dalam 2 bidang :
1.     sikap hakim di dalam kedinasan
a.      sikap saat persidangan
b.      sikap terhadap sesama rekan dalam kedinasan
c.      sikap terhadap bawahan / panitera
d.      sikap terhadap atasan / ketua pengadilan
e.      sikap terhadap instantsi / departemen2 lain

2.     sikap hakim diluar kedinasan
a.      sikap pribadi diri sendiri
b.      sikap dalam rumah tangga
c.      sikap dalam lingkungan masyarakat

Sikap terhadap bawahan:
1.     harus memiliki sikap2 kepemimpinan terhadap bawahan
2.     membimbing bawahan agar kecakapan bawahan senantiasa meningkat
3.     harus memiliki sifat sebagai peran / orang tua terhadap bawahan
4.     sanggup memelihara kekeluargaan dengan bawahan.
5.     bisa memberikan contoh disiplin terhadap bawahan.

Sikap terhadap atasan:
1.     taat kepada atasan / pimpinan
2.     menjalankan tugas dengan ikhlas yg diberikan oleh atasan
3.     kalau bisa, sanggup memberikan saran / kritik yang membangun
4.     mempunyai kesanggupan untuk mengemukakan pendapat kepada atasan dengan norma2nya
5.     tidak membenarkan mengeluarkan resolusi / ancaman terhadap atasan dengan alasan apapun

Diluar kedinasan :
1.     sikap hakim secara pribadi :
a.      harus sehat rohani & jasmani (sikapnya)
b.      berprilaku tidak tercela untuk ukuran masyarakat dimana ia bertempat
c.      tidak menyalahgunakan wewenang untuk epentingan pribadi/golongan/dll.
d.      Menjauhkan diri dari perbuatan2 asusila
e.      Tidak melakukan perbuatan2 yang merendahkan orang lain & diri sendiri
2.     sikap hakim dalam rumah tangga :
a.      harus bisa menjaga wibawa keluarga sehingga harus bisa mengontrol perbuatan2 yang dilakukan keluarga
b.      bisa menjaga ketentraman dalam rumah tangga
c.      bisa menyesuaikan selera kehidupan rumah tangga dengan keadaan masyarakat setempat
d.      tidak dibenarkan memiliki sikap yang berlebih2an
3.     sikap dalam masyarakat :
a.      harus sadar selaku anggota masyarakat & tidak boleh mengisolir diri dari amsyarakat
b.      harus bisa memperlihatkan rasa solidaritas sosial
c.      sikap harus bisa menempatkan diri sebagai anggota masyarakat yang memiliki kualifikasi













ETIKA PROFESI

Kode etik PPAT:

Pasal 1. bahwa:
1.     harus menjunjung tinggi hkm & asas Negara serta kehendak sesuai dgn sumpah jabatan.
2.     harus mengutamakan pengabdian u/kept. masy & negara
·         dlm kehidupan sehari” :
1.      harus memiliki kepribadian yg baik & diwajibkan menjunjung tinggi martabat PPAT
2.      tdk dibenarkan melakukan perbuatan” yg tdk sesuai dgn martabat & jabatan selaku PPAT
·         harus mempunyai jiwa pancasila
  1. memiliki kesadaran u/mentaati peraturan” yg berhubungan dgn jabatan
  2. hrs mempergunakan bahasa Indonesia yg baik
·         PPAT dlm menjalankan profesinya hrs memiliki sikap yg professional & ikut serta dlm pembangunan hukum nasional
·         PPAT dlm jabatannya hrs menyadari kewajiban u/bekerja mandiri,jujur,&punya rasa tanggung jawab

Pasal 2. berkaitan dgn kantor PPAT
1.     apabila PPAT tlah menetapkan 1 kantor,maka hanya boleh mempunyai 1 kantor tanpa cabang
2.     PPAT tdk dibenarkan:
a.      membuka/mempunyai kantor cabang
b.     tdk boleh mengikutsertakan perantara / komisioner

Pasal 3. Tata Kerja
1.     PPAT hrs selalu bersikap ramah thdp setiap jabatan&thdp yg ada hubungan dgn tugas PPAT
2.     dlm berhubungan secara intern dgn rekan sejawat hrs didasarkan:
a.      saling menghargai&mempercayai dlm suasana kekeluargaan
b.     apabila dianggap perlu,hrs ada musyawarah dgn rekan sejawat (memperbincangkan urusan pekerjaan)
c.      baik secara lgs/tdk, tdk dibenarkan mengadakan suatu usaha” yg menjurus ke arah mengkomersialisasikan biaya pembuatan akta
3.     dlm melaksanakan profesi, PPAT hrs berperan sbg petunjuk jalan dlm bidang hukum & memberikan petunjuk” yg bermanfaat kepada klien
4.     PPAT hrs saling menjaga & membela kehormatan nasabah korps PPAT atas dasar solidaritas, sikap tolong menolong secara konstruktif(membangun)

Larangan” yg hrs diperhatikan u/PPAT:
1.     dilarang mengiklankan diri, propaganda, memasang iklan
2.     dilarang memasang papan nama yg berlebihan
3.     dilarang mengajukan baik secara lisan/tulisan kepada instansi”,u/ditetapkan u/menjadi PPAT didalam instansi tsb baik secara menurunkan tariff ataupun lainnya.




Kode etik notaris ada oleh INI thn 1987, kongres INI ke XIV ada beberapa larangan bagi notaris:
1.     notaris tdk boleh melakukan tindak pidana yg pd hakekatnya mengiklankan diri u/ pemasaran / propaganda.
Ada beberapa point:
-    tdk boleh memasang iklan di media apapun
-    dlm mengirimkan karangan bunga, terutama u/pejabat
-    tdk blh mengirim orang” tertentu sbg sales u/ mendapatkan klien
-    tdk blh memasang iklan papan nama yg melebihi ketentuan
2.     tdk boleh mengajukan permohonan lisan/tulisan kpd instansi”/LSM/… u/ditetapkan sbg notaries dr kantor tsb
3.     tdk blh melakukan dgn cara apapun memaksa klien notaries lain u/pindah kpd kita baik secara langsung/tdk.
4.     tdk blh membuka cabang/memasang papan nama ditempat lain
5.     tdk blh mengirim hadiah kpd klien dgn maksud tertentu/ memaksa klien u/menandatangani surat yg tdk dimengerti
6.     tdk blh menjelek”an/menyalahkan akta yg dibuat o/notaries lain
7.     apabila notaries itu mendpt suatu… dr notaries lain hrs dicari jln keluar
8.     tdk blh menahan klien u/membuat akta di notaries tsb
9.     membuat/merancang akta&mensyahkan akta tsb seolah” buatannya & tanpa mengolah &memahami isinya
10.  tdk blh membujuk dgn cara apapun memaksa klien u/membuat kata apapun kpd kita
11.  tdk blh membentuk kelompok dlm tubuh INI


PENGARUH DUMPING BAGI PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
            Dalam ilmu ekonomi dumping merujuk kpada segala jenis predatory pricing, namun kata tersebut sekarang umumnya hanya digunakan dalam konteks hukum perdagangan internasional, dimana dumping didefinisikan sebagai tindakan produsen disalah satu negara pengekspor produk kenegaara lain dengan harga yang jebih murah dibandingkan dengan harga yang ada dipasar pengekspor pada produk yang sama. Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair karenan bagi negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri. Dengan terjadinya banjir barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti oleh dampakk ikutannya seperti pemutusan kerja masal, penganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis didalam negeri. dengan kata lain hakekat dumping sebagai praktek curang , bukan hanya karena dumping dipergunakan untuk sebagai sarana untuk merebut pasarandi negara lain. tapi bahkan dapat mematikan perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis.
                 Bahkan dumping pun dapat memproduksi monopoli yang pada ujungnya merujuk pada persaingan tidak sehat, monopoli dan persaingan tidak sehat ibarat dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. karena pada umumnya monopoli dapat menyebabkan persaingan tidak sehat sebaliknya monopoli merupakan akibata dari persaingan tidak sehat.
                 Persaingan sangat dimungkinakan dalam dunia usaha, mengingat bahwa kebutuhan manusia yang relatif tidak terbatas, dengan alat pemuas kebutuhan yang sangat terbatas. dimanapun kapanpun para pengusaha melalui perssainga berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadapa konsumen, meningkatkan jumlah produksi dan berusaha untuk merebut pasar serta konsumen yang pada akhirnya merujuk pada suatu tindakan monopolis yang sudah pasti merupakan persaingan tidah sehat.dansebagai akibatnya adalah penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.

B         .Rumusan Masalah
Seperti yang saya uraikan pada latar belakang saya mengambil rumusan masalah sbb :
1                    Bagaimanakah pengaruh Anti  Dumping dalam perdagangan Internasional ?
2                    Bagaimanakah Implementasi pengaturan Dumping menurut Article VI GATT 1994 terhadap peraturan Indonesia ?




C.                Tinjauan Pustaka
            Dumping dan perdagangan internasional
Dalam hasil perundingan uruguay dumping diatur dalam annex 1A yang menjadi bagian intergral dan tidak terpisahkan dari persetujuan umum tentang perdagangan GATT 1994 dan karenanya harus ditaati oleh semua negara yang telah meratifikasinya.
            Pengertian dumping diatur dalam pasal 2 paragraf 2.1 yaitu for the purpose of the agreement,a product is to be concidered of being dumped i.e introcduced into the commerce of another country a less in than is normal value.terjemahan bebas dari arti tersebut adalah untuk persetujuan ini,suatu produk dianggap sebagai dumping misalnya dijual dalam perdagangan negara lain di bawah dari nilai normalnya[1].
            Pengertian dumping dalam kamus ekonomi diartikan sebagai praktek dagang yang dilakukan ekportir dengan menjual komoditi di pasaran Internasional dengan harga kurang dari nilai wajar atau lebih rendah dari pada harga barang tersebut di negerinya sndiri dari pada di jual ke negara lain pada umumnya praktek ini dinilai tidak adil karena merusak pasaran dan merugikan negara pesaing di negara pengimpor[2].Jadi secara singkta dumping dapat dikatakan barang yang diimport dengan tingkat harga eksport yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekport[3].
            Suatu negara dapat dikatakan dumping apabila nyata-nyata melakukan :
·         Adanya produk import yang dijual dengan harga dumping[4]
·         Timbulnya kerugian atau ancaman kerugian
·         Adanya hubungan secara langsung antar kerugian yang tibul dengan produk yang dijual dengan harga dumping
Ketiga persyaratan tersebut harus terpenuhi agar penyelidikan dumping dapat ditindaklajuti,sekalipun demikian tidak ada yang salah terhadap dumping apabila terbukti bahwa hanya dumping satu-satunya bukti,maksudnya meskipun telah menjadi produk import dengan harga dumping apabila tidak menimbulkan kerugian pada produk-produk sejenis di negara pengimport tindakan dumping tidak dapat dikenakan terhadap barang dengan harga dumping tersebut.Bahkan sebasliknya konsumen diuntungkan karna dapat memilih produk-produk alternatif lainnya dengan harga relatif lebih murah.
                        Demikian dengan halnya faktor ketiga harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan ancaman kerugian materil yang timbul dikarenakan adanya import dengan harga dumping.sebab tanpa dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara keduan faktor itu kerugian atau ancman kerugian materil yang diderita industri dalam negeri mungkin disebabkan faktor-faktor lain misal menurun daya beli masyarakat ,berkurannya minat masyarakat terhadap produk yang ada di pasaran dan lain sebagainya.


D.                Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini perlu sekali pengumpulan data serta sejumlah informasi yang benar yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas.Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini saya menggunakan beberapa metode pengumpulan data yang pertama browsing di internet,kedua dengan membaca buku[5].
E.        Sistematika Penulisan
Makalah masalah Pengaruh Dumping bagi Perdagangan Internasional Indonesia ini disusun dengan urutan sbb :
Bab I         Pendahuluan
Pada bagian ini dijelaskan tentang latar belakang,rumusan masalah,metode pengumpulan data,dan sistimatika penulisan.       
Bab II       Pembahasan
1                    Bagaimanakah pengaruh Anti  Dumping dalam perdagangan Internasional ?
2                    Bagaimanakah Implementasi pengaturan Dumping menurut Article VI GATT 1994 terhadap peraturan Indonesia ?



Bab III      Penutup
     A. Kesimpulan
     B. Saran
Bab IV      Daftar Pustaka


















BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengaturan Anti Dumping Dalam Perdagangan Internasional
A.  1. Landasan Hukum Anti dumping Dalam Tata Hukum Indonesia
Untuk dapat melaksanakan tindakan antidumping, Indonesia telah mempunyai perangkat hukum anti dumping, baik berupa peraturan peraturan peundang-undangan maupun Komite Antidumping. Beberapa peraturan yang mengatur tentang anti dumping dapat dilihat pada bagan berikut ini:

A.2. Pengertian Dumping dan Anti Dumping
Istilah Dumping merupakan istilah yang dipergunakan dalam perdagangan internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh eksporter dengan menjual komodity di pasar Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya. Praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor (AF. Erawati dan JS. Badudu, 1996:37). Sedangkan yang dimaksud dengan ”Anti dumping” adalah sanksi balasan yang berupa bea masuk tambahan yang dikenakan atas suatu produk yang dijual di bawah harga normal dari produk yang sama di negara pengekspor maupun pengimpor.
Menurut  Black,s Law Dictionary, pengertian dumping adalah:
The act of selling in quantity at very low price or practically regardless of the price; also, selling goods abroad at less than the market price at home” (Henry Campbell, 1998: 347).
Dari definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pengertian dumping, sering diekspresikan sebagai perbuatan curang karena penjualan produk-produk untuk ekspor pada harga yang lebih rendah dari nilai normal.
Selanjutnya dalam Uruguay Round memberikan pengertian dumping yang baru, sebagai penyempurnaan dalam Artikel VI GATT 1994 yang dituangkan dalam Artikel 2, mengenai  “Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI GATT 1994” sebagai berikut:
“ For purposes of this agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less that its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less then the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country”.

Adapun suatu barang/produk  yang masuk secara dumping disebut ”barang dumping”, hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) PP.34 Tahun 1994 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, bahwa barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa Dumping adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau eksporter yang melaksanakan penjualan barang/komoditi di luar negeri atau negara lain (Negara pengimpor) dengan harga yang lebih rendah dari harga normal barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor (eksporter) maupun di negara pengimpor (importer), sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor.

A.3. Kriteria dan Jenis Dumping
Menurut Pasal VI GATT 1994 bahwa kriterian dumping dapat dirinci sebagai berikut:
1.      Penentuan Dumping (the Determination of Dumping).
Penentuan dumping yang diatur dalam Bab I menyatakan bahwa, suatu produk dianggap sebagai dumping apabila dalam perdagangan antar negara, produk tersebut dijual di bawah nilai normal yaitu (Sukarmi, 2002: 27):
·         Harga dari produk serupa (like product) di pasar dalam negeri negara peng-ekspor. Dalam hal ini harga pembanding (comparable price) harus dilakukan berdasarkan perhitungan ex factory price (harga di luar pabrik) dari penjualan dalam negeri dengan perhitungan ex factory price dari penjualan ekspor.
·         Bilamana tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang dapat dibanding-kan di negara pengekspor, maka harga normal adalah ex factory price yang berasal dari perhitungan harga produk sejenis di negara tersebut yang diekspor ke negara ke tiga.
·         Ongkos produksi di negara asal di tambah biaya administrasi, biaya pemasaran, dan keuntungan normal adalah dengan menggunakan definisi nomor 1 a, namun bilaman penjualan dalam negeri di negara pengekspor sangat kecil (jarang) atau harga dalam negeri tidak relevan, misalnya produk tersebut di jual oleh perusahaan negara di negara yang menganut non market economy dapat menggunakan definisi 1 b .

2.    Menimbulkan Kerugian (injury) di dalam Negeri Negara Pengimpor
Penentuan Kerugian dalam Pasal VI GATT 1994 didasarkan pada bukti-bukti positif dan melibatkan pengujian objektif mengenai (H.A.S. Natabaya, 1996: 24)
·          Volume produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap harga-harga pasar dalam negeri untuk produk sejenis dan
·         Dampak impor itu terhadap produsen dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis.

3.    Adanya hubungan kausal (causal link).
Hubungan kausal antara praktik dumping yang dilakukan dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi. Adanya praktik duping dalam Impor harus dibuktikan sebagai penyebab terjadingan kerugian. Hubungan sebab akibat antara impor dumping dengan kerugian industri dalam negeri negara pengimpor harus didasarkan pada pengujian semua bukti adanya indikasi dumping.
Pengujian dampak produk impor dengan harga dumping pada industri dalam negeri negara pengimpor akan mencakup penilaian terhadap semua faktor ekonomi seperti: penurunan penjualan potensial dan aktual, laba, out put, pangsa pasar produktivitas, pengembangan investasi atau pemakaian kapasitas; faktor-faktor yang mempengaruhi harga dalam negeri; besarnya selisih dumping; pengaruh negatif pada cash flowpotensial dan aktual persediaan tenaga kerja, upah, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal atau investas.
           
Berdasarkan pengertian di atas maka dumping dapat diketegorikan menjadi  tiga kriteria/unsur sebagai berikut:
1.      Produk dari suatu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual dengan harga yang lebih rendah harga normal (less than normal value) atau disebut dengan “less than fair value” (LTFV).
2.      Akibat dari diskriminasi harga tersebut yang menimbulkan kerugian material terhadap industri telah berdiri atau menjadi halangan terhadap pendirian industri dalam negeri.
3.      Adanya hubungan kausal antara penjual barang impor yang LTFV dgn kerugian yang diderita oleh negara pengimpor (Hub. 1 & 2).

Menurut Kindleberger dalam H.A.S. Natabaya,  apabila dilihat dari segi dampak bagi konsumen dan industri dalam negeri importer, ada dua jenis dumping yaitu (H.A.S. Natabaya, 1996: 9) :
1.      Dumping yang bersifat perampasan (predatory dumping) yaitu apabila perusahan melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli untuk sementara waktu dengan tujuan untuk menghilangkan saingan, setelah saingan tersingkir maka harga dinaikkan kembali. Bentuk dumping ini merugikan produk industri dalam negeri negara pengimpor.
2.      Persistent dumping adalah damping yang terjadi secara terus menerus. Bentuk dumping ini pada dasarnya hanya akan menguntungkan konsumen negara importer, karena persaingan tersebut hanya terjadi antara sesama produk impor.

A.4. Penentuan Bea Masuk Anti Dumping
Untuk menentukan bea masuk anti dumping diatur dalam Pasal 19 (1) UU Kepabeanan No.10 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap barang impor adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut. Bea Masuk Antidumping tersebut merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1), yakni bea tambahan dari tariff impor (bea masuk) berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40 % (empat puluh persen) dari nilai pabean.Berdasarkan ketentuan di atas bahwa BMAD adalah bea masuk yang dijatuhkan terhadap produk-produk yang diekspor  secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang-barang yang terbukti telah diekspor dengan harga yang lebih rendah dari harga normal (less than fair value / LTFV. Nilai normal dalam arti harga untuk produk yang sama dengan produk yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor.
Selanjutnya yang dimaksud dengan nilai normal sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) PP No. 34 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di Pasar Domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi.
Untuk menghitung harga norma (normal value) berbagai negara menganut bermacam-macam cara. Namum penafsiran yang umum dalam ketentuan Pasal VI GATT , menggunakan cara perhitungan harga normal berdasarkan “biaya produksi (cost of production) ditambah keuntungan (profit) dan dibagi dgn seluruh jumlah produksi (total of production).
Biaya produksi sekurang-kurang terdiri dari:
1.      Biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku,
2.      Biaya fabrikasi termasuk upah buruh dan,
3.      Segala biaya yang dikeluarkan utk melaksanaan penjualan (General Sales Administration / GSA).
Negara yang dirugikan dengan adanya dumping dapat mengenakan bea tambahan/bea masuk anti dumping pada barang-barang yang terkena dumping sebesar ”margin dumping”. Contoh margin dumping: misalnya suatu negara peng-impor mengenakan harga LTFV sebesar 100 dolar untuk tiap-tiap produk arloji, dan harga normal dalam persaingan pasar dari barang arloji tsb adalah 120 dolar per buah, maka “margin of dumping” adalah 20 dolar. Dengan adanya kelebihan harga 20 dolar dari harga LTFV, maka negara yang dirugikan hanya diperkenankan untuk menggunakan anti dumping sebesar harga tersebut (20 dolar).[6]

B.     Implementasi pengaturan Dumping menurut Article VI GATT 1994 terhadap peraturan Indonesia
B.1. Ketentuan Dumping menurut GATT
Dalam putaran Perdagangan Internasional ke VI kenedy round (1963-1967) telah berhasil menyusun ketentuan dumping yang pertama kali dikenal dengan anti dumping code dan diberlakukan mulai tanggal 1 juli 1968.Kemudian ketentuan tersebut ditegaskan kembali dalam Tokyi Round (1973-1979) sekaligus berhasil disahkan menetapkan persetujuan tentang “Agreement on Interpretationof Articles VI,XVI,and XXIII of GATT” yang kemudian dikenal sebagai “Code of subsidies and Countervalling Measures”.Ketentuan tersebut masih bersifat “code”maka hanya menjadi petunjuk atau etika sehingga belum mempunyai kekuatan layaknya seperti ketentuan hukum.
Dalam putaran terakhir uruguay round (1968-1994),masalah dumping tetap menjadi perhatian para contracting parties.Sehinnga ketentuan dumping yang sudah ditetapkan dalam dua putaran perdagangan sebelumnya ditegaskan lagi dalam Annex 1A: Agreement on Implemantation of Article VI of general Agreement on Tariffis and Trade 1994 sebagai lampiran perjanjian yang tidak bisa dipisahkan dari GATT 1994.Ketentuan dumping terdiri dari III bagian dan 2 lampiran penjelasan. Bagian 1 berisi Pasal 1 sampai pasal 15 bagian 2 terdiri dari pasal 16 dan 17,dan bagian III hanya satu,yaitu pasal 18.
            Berbeda dengan dua putaran perundingan perdagangan di atas persetujuan-persetujuan perdagangan dalam pengelolan WTO / Hasil dari Uruguay round tidak lagi sebagai code tetapi sudah menjadi rule atau aturan hukum dalam sistem perdagangan Internasional yang bersifat mengikat dan harus ditaati oleh anggotanya.

B.2 Ketentuan Dumping dalam Hukum Nasinal Indonesia
Dalam hukum Nasinal Indonesia ketentuan dumping secara ekplisit diatur dalam UU no.10 tahun 1995 tentang kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1995 no.75 beserta Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612 ) yang dilengkapi dengan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 1996 tentang Bea masuk anti dumping dan Bea masuk Imbalan.
Undang-Undang  no.10 tahun 1995 tentang kepabeanan merupakn perubahan dari ketentuan perundang-undangan tetntan bea dan cukai.sebelumnya terhadap Kepabeanan berlaku ketentuan perundang-undangan dari zaman kolonial yaitu :[7]
a)      Indiche Tarief wet Staatblad tahun 1973 nomor 35 sebagaimana diubah dan ditambah
b)      Rechten Ordonantie staatsblad tahun 1982 nomor 240 sebagaimana telah diubah dan ditambah.
c)      Tarif Ordonantie Staadsblad Tahun 1910 Nomor 628 sebagaimana telah diubah dan ditambah
Perubahan ketentuan dari Kapabeanan tersebut menjadi undang-undang No.10 tahun 1995 tentan Kepabeanan merupakan tuntutan dari perkembangan dalam pelaksanaan pembangunan bidan perekonomian ,khususnya penyelenggaraan kegiatan perdagangan Internasional yang banyak dipengaruhi oleh pergerakan globalisasi.
Dibandingkan dengan perundang-undangan warisan kolonial dalam undang-undang No.10 tahun 1995 terdapat hal baru yang dipertegas antara lain ;Kapabeanan;kawasan kapabeanan; fasilitas yang diberikan Kapabeanan menyangkut tentang tempat penimbunan ( sementara,berikat,atau penibunan pabean ) ; Penetapan besarnya bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan pengendalian import ;sanksi administratif; penyidikan dan lembaga banding.
Dalam pelaksanaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan ditetapkan dalam Peraturan pemerintah yaitu PP Nomor 34 tahun 1996 yang mengatur tenhtang persyaratan dan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea imbalan.Kemudian berkaitan dengan penyelesaian perselisihan tentang tuduhan dumping terhadap barang dumping atau barang yang mengandung subsidi ditetapkan Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ) berdasarkan surat keputusan dari menteri perindustrian dan perdagangan Nomor 136/MPP/KEP/6/1996 tertanggal 4 juni 1996.[8]





BAB IV
KESIMPULAN
a.       Pengaturan tentang Anti Dumping selain mengacu pada ketentuan internasional (Agreement on Implementation of Article VI GATT dan Agreement on Subsidies and Countervailing Duties), juga pada peraturan perundang-undangan nasional, yaitu UU. No. 10 tahun 1995 tetang Kepabeanan. Pengaturan anti dumping sangat diperlukan untuk melindungi industri dalam negeri terhadap praktik yang dapat merugikan  industri dalam negari yang memproduksi barang sejenis.
b.      Dumping yang  dapat menimbulkan kerugian yang sangat diharamkan karna melanggar Prinsip perdagangan yang jujur dan merugikan kepentingan perdagangan Negara anggota lain.Untuk tujuan itu,Negara yang terkabung dalam WTO harus mentaati dan mengaplikasikan ketentuan GATT 1994 serta perjanjian-perjanjian yang menyertainya termasuk ketentuan tentang Dumping.

SARAN
a.       Perlu dikeluarkan peraturan khusus tentang anti dumping dalam bentuk undang-undang tersendiri, karena keberadaan perangkat hukum nasional dalam mengantisipasi masalah dumping masih lemah, baik sebagai instrumen guna melindungi produk dalam negeri dari praktik dumping, maupun sebagai instrumen hukum guna mengahdapi tuduhan dumping di luar negeri. Kelemahan tersebut terutama terkait dengan pengertian harga normal. Salah satu unsur terjadinya  praktik dumping apabila harga yang ditawarkan di pasar negara pengimpor lebih rendah jika dibandingkan dengan harga normal (norma value) di dalam negeri pengimpor.

b.      Dengan adanya globalisasi perdagangan pemerintah harus aktif dan selektif terhadap banjirnya produk-produk import yng diduga sebagai barang dumping atau barang mengandung subsidi karena produk import tersebut dapat merugikan dan mematikan produksi industri dalam negeri.











DAFTAR PUSTAKA
·         Persetujuan akhir paraguay.terjemahan resmi bidan perdagangan multilateral Departement perdagangan jakarta 1994
·         Elly erawati dan JS badudu Kamus Hukum Ekonomi jakrta ,Komponen pengembangan Hukum ekonomi proyek Ellips 1996 halaman 39
·         Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1996 tetntang bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan
·         Ibid pasal 3,5 hal 175
·         Yunisaf anwar dan Rusandi Endjo,seri himpunan peraturan Pabeanan,Pt Bina Pena Pariwara 1996 hal 66
·         Warta bea cukai edisi 271,1997,hal 15
·         Undang-Undang GATT 1974


[1] Persetujuan akhir paraguay.terjemahan resmi bidan perdagangan multilateral Departement perdagangan jakarta 1994
[2] Elly erawati dan JS badudu Kamus Hukum Ekonomi jakrta ,Komponen pengembangan Hukum ekonomi proyek Ellips 1996 halaman 39
[3] Lihat pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1996 tetntang bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan
[4] Ibid pasal 3,5 hal 175
[5] Ronny Hanitijo soemitro Metode penelitian hukum hal 11
[7] Yunisaf anwar dan Rusandi Endjo,seri himpunan peraturan Pabeanan,Pt Bina Pena Pariwara 1996 hal 66
[8] Warta bea cukai edisi 271,1997,hal 15